Sebuah Gagasan : Leadership Topping Model ( Kepemimpinan Model “topping” )
Oleh Djoko Adi Walujo
Lho kok ada leadership topping model, ini terminologi apa teori? Tentu bukan dua duanya, lalu apa? Dan dikategorikan sebagai apa? Saya sendiri juga nggak mengerti masuk di ZONE mana alias bingung tanpa minta tolong. Diberbagai literatur juga tidak muncul, apalagi di mesin pencari yang top markotop seperti Google juga tidak dapat ditemui.
Ternyata kata jujur saya mengatakan Bahwa “leadership topping model hanyalah sebuah imajinasi yang kemudian saya gunakan untuk menghiasi pola kepemimpinan ketika dapat arisan menjadi seorang rektor. Jadi rektor kok arisan? Apa ini juga teori? Jawab ya bukan, tapi merasa ketika terpilih jadi rektor saya anggap beruntung seperti dapat arisan, karena kecakapan leadership dan manegerial saya pas pasan, disamping itu juga kurang kekinian, oleh karenanya dalam bergerak dan menggerakkan roda organisasi saya kadang bermain tonil seperti kesenian ludruk, kadang juga improvisasi gaya jazz Michael Frank atau Selena Jones. Improvisasi dan sentuhan imaginasi yang kerap saya lakukan, ternyata dapat recognasi, bahkan menjadi resep baru dalam berorganisasi. Kalau boleh sombong sedikit kepemimpinan ini adalah gaya saya, atau saya ingin menjadi diri saya sebagai rektor dengan "TOPPING MODEL"
Leadersip Topping Model
Topping model itu hanyalah sebuah model yang menghiasi sesuatu yang semula nampak kurang cantik agar cantik, mengolah yang sudah cantik akan lebih cantik dan dilirik. Orang mengatakan eye catching dari yang amat sangat sederhana berbuah menjadi very attractive. Lalu apa yang dilakukan ketika sedang merektor, ya hanyalah bermain topping, yang senang keju diberi keju, yang suka coklat dikasih coklat, yang fanatik strowberry diberi strowbery, tinggal masalah coloring ikut menyesuaikan. Kendati tidak pernah ditulis dalam journal, apa lagi yang berindeks Thompson atau Scopus, mengaplikasikan ke dalam pola kepemimpinan atau lainnya juga tidak salah salah amat.
Terus terang kata jujurnya berawal dari hal sederhana, hanyalah sebuah imaginasi yang ketika itu timbul setelah melihat pisang goreng tradisional lalu seperti disulap tiba tiba menyandi luar biasa, padahal hanya diberi sisiran keju, atau coklat di atasnya. Orang banyak mengatakan diberi “topping”. Walhasil sang pisang goreng menjadi viral dan menjadi pusat pembicaraan yang berpangkat eksponensial. Pisang goreng sudah cantik, pembeli menyemut kadang juga harus ikhlas tidak kebagian.
Pola Leadership topping model selaras dengan buah pikir Kaizen.
Kaizen sesungguhnya adalah istilah dari Jepang, maknanya adalah perbaikan secara berkesinambungan. Secara filosofis Kaizen mengatakan capaian sebuah sukses adalah total dari perbaikan yang dilakukan secara terus menerus. Jadi saat ini sejatinya saya sebagai rektor sedang menjalankan perbaikan secara terus menerus dari capaian yang dikaryakan dan dikerjakan former rektor.
Kini saya sedang memberikan “topping”, dari pekerjaan masa lalu hingga menjadi dan lebih sempurna.