PENGANTAR:
K |
ecenderungan dan fenomena sosial yang berkembang akhir-akhir ini memerlukan tingkat kewaspadaan tinggi dari seluruh masyarakat Indonesia. Kondisi ini mendorong setiap komponen bangsa termasuk warga bangsa yang berada di lingkungan perguruantinggi kembali merenungkan secara mendalam tentang hakikat dan dasar‑dasar fundamental kehidupan bangsa ini. Kita kembali mempertanyakan tentang pola pikir, sikap, dan nilai‑nilai serta pandangan hidup yang kita anut.
Bangsa ini membutuhkan pembentukan karakter dan watak, yaitu :
Pertama, karakter bangsa yang bermoral (religius) Bangsa ini harus sarat dengan nilai‑nilai moral dan etika keagamaan sebagai sebuah pandangan dan praktek.
Kedua, karakter bangsa yang beradab. Baradab dalam arti luas menjadi suatu bangsa yang memiliki karakter berbudaya dan berperikemanusiaan.
Ketiga, karakter bangsa yang bersatu. Didalamnya termasuk menegakkan toleransi. Tidak mungkin kita bersatu tanpa adanya toleransi, harmonis dan bersaudara.
Keempat, karakter bangsa yang berdaya Dalam arti yang luas, berdaya berarti menjadi bangsa yang berpengetahuan (knowledgeble), terampil (skillful), berdaya saing (competitive) secara mental, pemikiran maupun teknis. Daya bukan sekedar dalam arti materi dan mekanik, melainkan dalam makna secara mental, hati dan pikiran kita; yakni state of mind. Kelima, karakter bangsa yang berpartisipasi. Partisipasi amat diperlukan untuk menghapus sikap masa bodoh, mau enaknya saja, dan tidak pernah peduli dengan nasib bangsa. Karakter partisipasi ini ditandai dengan penuh peduli, rasa dan sikap tangggungjawab yang tinggi, serta komitmen yang tumbuh menjadi karakter dan watak bangsa kita.
Dari realitas ini, maka diharapkan segenap komponen bangsa bahu membahu untuk mengambil peran, sesuai dengan jati diri atau perannya sebagai kader bangsa, yakni sebuah peran yang strategis karena fenomena tersebut diatas sangat relevan sekali. Melalu kegiatan Kuliah Kerja Nyata, maka mahasiaswa yang note bene sebagai kader bangsa, mampu mengaplikasinnya.
MENGAPA MAHASISWA HARUS BERPERAN DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER?
U |
paya membangun kembali karakter dan pilar bangsa harus disertai dengan upaya membumikan etika, yaitu etika polit1k, etika social, etika militer, maupun etika internasional. Etika politik, etika bisnis, etika sosial, dan etika militer harus kita bangun bersamaan dengan berbagai ikhtiar bangsa dan negara dalam menata dirinya. Sementara itu , dalam etika internasional kita harus lebih banyak berjuang, karena dunia dan sistemnya menampilkan ketidakadilan. Kita melihat adanya kapilatisme global dan system keuangan global yang menghadirkan hukum dan logika yang asing dan kadang terasa tidak adil. Kita ikut berpartisipasi aktif bersama bangsa‑bangsa lainnya dalam membangun etika internasional yang lebih adil dan etis. Negeri ini juga memerlukan konsep keseimbangan. Di tengah kehidupan bangsa yang amat majemuk, plural, dan heterogen, konsep keseimbangan ini semakin penting. Mustahil kehidupan bangsa yang demikian multiragam segalanya menjadi serbaragam, hanya berorientasi pada satu sisi semata. Kita membutuhkan keseimbangan antara hak dan kewajiban; antara kebebasan dan tanggung jawab, dan antara kebebasan dan pranata atau aturan yang berlaku.
lkhtiar untuk menghayati dan mendasarkan pandangan, wawasan, dan pemikiran pada karakter bangsa yang kita anut dan berpegang pada pilar‑pilar kehidupan bangsa akan
melahirkan world view, pandangan dunia dan hati nurani dalam mencermati banyak masalah di sekitar pikiran, sikap, dan lingkungan secara luas. Dengan keras bangsa ini menolak beberapa prinsip hidup yang selama ini mungkin dianggap lumrah oleh sebagian orang namun mungkin juga dipandang tidak adil bagi yang tidak diuntungkan oleh prinsip itu.
Beberapa prinsip yang saya maksud adalah:
- The wi nner takes all,
- The survival of the fittest,
- Unlevel playing field,
- Free fight liberalism,
- The end justify the means,
- fight against,
- Xenophobia,
- Friend or Foe, dan
- Absolutness.
The winner takes all berarti pemenang akan menguasai segalanya. Siapa yang berkuasa dalam sebuah negara, ia menyikat habis siapapun kecuali bagi kepentingan kelompok, kroni, golongan ataupun keluarganya. Tidak pandang bulu, lawan politiknya tidak diberi kesempatan untuk hiclup. Siapapun yang berbeda, apalagi yang dipandang berlawanan dianggap sebagai musuh karenatidak pernah tumbuh kebutuhan untuk saling berbagi. Sebenarnya, kita tidak punya pilihan lain kecuali harus membuka diri dan berkeinginan saling berbagi dengan sesama.
Demikian juga prinsip The survival of the fittest. Pandangan ini merupakan pola kehidupan yang menggunakan hukum rimba bahwa yang kuat pasti menang. Prinsip ini tentu mengandung penindasan dan kezaliman, melemahkan dan memperlemah. Dengan sendirinya, hanya yang kuat yang akan tetap hidup dan berkembang.
Unilevelplaying field juga pandangan yang perlu kita jauhkan. Persaingan tanpa ada unsur kesetaraan tidak akan membuahkan keadilan. Yang ada hanyalah penindasan terhadap yang lemah, atau memperlemah yang lemah. Wilayah permainan yang tidak seimbang, tidak setingkat akan menjadi ajang penindasan. Tidak mungkin kita mempersaingkan antara penguasa besar dan penguasa gurern, penguasa lemah dalam suatu persaingan bisnis, misalnya. Perlu ada lapangan kompetisi yang adil dan sejajar, arus ada kesetaraan.
Absolutness, suatu pikiran dan sikap yang serba mutlak. sagalanya dinilai hitam atau putih. Sikap ini akan menampilkan intoleransi, antidialog dan antikompromi dan sekaligus ketidakramahan pada orang lain. Hanya dirinya ataupun kelompoknya yang paling benar; sedangkan, lainnya salah. Sikap ini harus kita. buang jauh‑jauh. Absolutisme akan melahirkan pemikiran free fight liberalism yang juga amat bertentangan dengan keadilan dan nilai kernanusiaan. Dalarn rinsip tersebut kebebasan adalah demi kebebasan, kebebasan tanpa batas.
The ends justify the means berarti prinsip yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan sebagai pengaruh dari sikap memutlakan segala sesuatu. Di dalamnya juga terkandung semangat Machiavelli. Kita sering terjebak dalarn prinsip To the greates good for to the greates people, sepanjang untuk kebaikan bagi yang terbesar bangsa ini. Maka segala sesuatu bersikap baik, benar, dan halal. Tentu saja pemikiran semacam ini sebaiknya dihindari.
Dalam pergaulan antar sesama dan antar bangsa, sikap absolutisme berpengaruh pada sikap hidup mencari lawan dan musuh. Kita sangat mengecam pandangan dan sikap fight against, hidup mencari musuh. Tindakan yang ada hanyalah menyebarkan semangat permusuhan dan hanya mencari lawan. Yang kita cari hendaknya fight for. tidak kita tidak suka dengan kesenjangan, kemiskinan, dan penindasan. Karenanya kita harus mencari daya untuk menegakkan demokrasi dan keadilan. Hampir senada. dengan itu, prinsip Friend or Foe perlu kita jauhi. la. merupakan cara pandang dan pikiran yang hanya melihat kawan atau lawan, kita atau bukan kita. Dengan sikap ini setiap orang telah menjadi pribadi yang terbelah, tidak utuh lagi. Yang lebih baik adalah kita memilih pernain dengan sparring partner, lebih baik siapa yang menantang. Demikian halnya dengan oposisi yang tetap kita perlukan. Tetapi, masyarakat atau rakyat harus diuntungkan oleh proses "pertandingan" itu. Bukan pertandingan antara pernerintah dan kelompok oposan yang meruaikan dan menvenasarakan rakvat karena semuanva hanya berupaya untuk mengalahkan lawan, semangat saling meniatuhkan.Pandangan dan sikap the might is right mesti kita ubah. The might is right menunjukkan bahwa yang berkuasa. pasti benar. Pandangan ini menjadi bagian dari sikap absolutisme dan otoritarianisme. Amatlah berbahaya jika pandangan ini dimiliki oleh para pernimpin sehingga akan muncul sikap otoriter, diktator, dan dogmatisme. Sebaliknya lebih berbahaya jika sikap ini dimiliki masyarakat yang dipimpin; karena akan muncul sikap taklid, kultus kekuasaan dan fanatisme. Dan kontrol masyarakat lemah, sementara para pemimpinnya terbiasa berjalan tanpa kendali. Karena itu pula kita mengutuk suatu pikiran, sikap dan tindakan yang mengacu pada prinsip, Im the sword, / kill the weak, yang berarti sayaadalah pedang, saya bunuh yang lemnah. Sikap ini jauh dari sikap patriotisme,keramahtamahan, dan utarnanya bertentangan dengan jiwa musyawarah dan kerakyatan Xenophobia yaitu perasaan benci terhadap yang serba asing. Ada penolakan secara ekstrim terhadap hal yang serba baru dan asing. Penyakit inimalah akan mengasingkan para.pengidapnya dari segala hal yang inovatif dan baru yang mungkin lebih maju. Kita perlu mernelihara rasa benci terhadapketidakadilan, berbagai jenis kolonialisme baru,termasuk carnpur tangan yangberlebihan dari negara lain dan dunia luar terhadap kepentingan bangsa. Tetapi, kita tidak perlu mengabaikan segala perubahan dan hal yang baru yang ternyata membawa kemaslahatan.Posisi negara kaitannya dengan masalah penataan ketertiban dan kehidupan hukum perlu dilandasi pernikiran dan pandangan yang lurus dan seimbang. Tidak mungkin kita menerima prinsip etatisme.Etatisme merupakan sentralisasi yang mutlak sehingga negara harus mengatursegalanya. Etatisme jelas akan mernatikan kreativitas dan prakarsa masyarakat. Kita perlu menempatkan secara tepat negaradalarn koridor the commanding hight Hanya masalah makro,ini yang mernang dipandang penting untuk diatur. Segala hal yang bersifat mikro diserahkan pada pasar. Karenanya,masalah penerapan regulasi dan deregulasi harus tepat dan benar. Regulasi dapat diberlakukan untuk ketertiban,melindungi yang lernah, dan derni keadilan, bukan sernata derni hukum. Deregulasi juga dilakukan untuk menghilangkan
(tulisan ini menyontekl pikiran SBY, diunggah karena perlu dan cantik---menurut cargo)
.
No comments:
Post a Comment